Senin, 11 Februari 2019

Lelah

Rasa-rasanya semakin menua semakin malas menceritakan diri sendiri. Rasanya kayak nggak ada untungnya buat orang lain, buat apa mereka tahu kita juga. Toh, yang perlu mereka adalah pandanganku dan bagaimana ke depannya.

Belom lama berpikir begitu, aku terpaksa harus menceritakan siapa diriku ke berbagai macam orang, dan itu datang berbarengan dengan harus menceritakan siapa diriku ke salah seorang lagi.

Entahlah, aku merasa lelah saja. Aku harus lebih sering diam tampaknya, kepalaku pusing.

Jumat, 08 Februari 2019

Berpikir Besar

Setiap menyongsong hari besar--hari yang mungkin bisa merubah kehidupanku 180 derajat--aku selalu yakin, hari besar yang penuh dengan tantangan itu akan terlampaui dan mungkin setelahnya ada senyuman.

Salah satu hari besar bagiku telah terlewati, seperti yang aku bayangkan, semua orang punya keinginan terbaik untuk keluarganya. Berdasarkan bagaimana mereka-mereka menjalankan kehidupannya, pasti mereka ingin setelahnya menjadi lebih baik, atau keluarganya

Saat itu diriku berbincang yang kurang lebih setengah jamlah, banyak sekali perbincangan serta cerita hingga membuatku banyak berpikir. Banyak hal yang perlu aku dorong lagi untuk menjadi orang besar, orang yang memiliki mimpi yang besar dan siap mengarungi lautan dengan mimpi yang besar itu.

Tak pernah ada yang salah soal mimpi, entah itu berlatar dari kehidupan, apa yang dia sering baca, masalah masa lalu, kenangan masa lalu, semua berhak menyampaikan mimpinya. Semua berhak mengejar mimpinya.

Belakangan ini, entah kenapa aku minta kepada Allah untuk jadikan orang yang besar, orang yang berpengaruh, dan orang yang berprinsip. Tentu saja, tak lain semua itu agar aku bisa memberi dampak yang besar untuk berdakwah.

Menjadi orang besar, bermental besar.

Masih banyak PR untuk diri ini.

Setidaknya hari besar itu memberikanku banyak pikiran baru, walau aku tak tahu apakah hari besar itu berakhir seperti apa.

Kamis, 07 Februari 2019

Waktunya Tiba

Waktunya tiba.

Setiap pekan dalam kurun waktu 4 bulan diriku selalu melewati sebuah kantor yang setiap melewatinya mengingatkan aku akan seseorang. Seseorang yang bekerja di kantor itu, yang akhirnya akan aku sambangi hari ini.

Apa yang aku pikirkan sekarang?

Entahlah.

Aku tak tahu apa yang akan dibicarakan nanti, di kantor itu, ah membayangkannya saja aku tak sanggup rasanya. Tapi tak ada hasil tanpa usaha, tak ada usaha tanpa risiko. Ya, mungkin ini menjadi pembelajaranku, entah apa hasilnya nanti. Setidaknya, ku ambil risiko ini dulu.

Semoga Allah memberikan kemudahan, semoga Allah melapangkan hatiku dan semuanya berjalan baik-baik saja.

Bismillah.

Senin, 04 Februari 2019

Mendapatkan untuk Melepaskan

Sebelum jauh merasa mendapatkan, mungkin kita perlu terlebih dahulu belajar merelakan. Belajar melepaskan, belajar tidak peduli, belajar bahwa tanpanya semua masih baik-baik saja.

Walau di dunia ini tentu tidak ada yang benar-benar kita miliki.

Tapi, terkadang sebagai manusia tidak bisa dipungkiri jika rasa kepemilikan sering kali memenuhi rasa. Hingga akhirnya lupa, tidak ada yang benar-benar menjadi milik kita selamanya.

Namun memang begitulah jalannya kehidupan, tinggal bagaimana kita, mengendalikan perasaan itu. Tidak berlebihan dalam setiap momen, tidak tergantung pada setiap mahluk.

Dan aku pun masih belajar, untuk siap melepaskan apa yang ada di diriku sekarang, di sekitarku sekarang, apapun itu. Semoga Allah memberikan kelapangan dan kesabaran kepadaku, begitu juga kalian.

Minggu, 03 Februari 2019

Kosekuensi

Seharusnya ketika aku mulai meyakinkan diri untuk memilih, aku harus menerima segala hal yang terkandung dalam pilihanku. Dalam artian, aku harus menerima segala kosekuensi atau risiko dari pilihanku, termasuk langkah-langkah selanjutnya yang akan aku lalui setelah memilih sesuatu itu.

Untuk saat ini, memilih bagiku adalah sebuah keberanian. Memilih itu bukan perkara mudah, karena kita akan dimintai pertanggung jawaban dari pilihan kita, baik dari orang lain atau dari Allah. Maka itu kita harus punya standar dalam memilih, tentu saja sesuai hukum syara.

Setelah memilih, keberanian.

Keberanian menghadapi risikonya, menghadapi koskuensinya, menghadapi tanggung jawab yang harus dijalani.

Dan sekarang aku telah memilih, walau kutidaktahu akhirnya, tapi sekarang aku butuh keberanian untuk risiko dari pilihanku.

Semoga Allah senantiasa memberikan pertolongan kepadaku untuk keberanian setelah diriku memilih ini.

Sabtu, 02 Februari 2019

Sudut Pandang

Satu hal yang kusetujui dengan komentar para penikmat novel atau film Dilan adalah bagaimana Milea menggambarkan Dilan yang sangat istimewa, setiap perilaku Dilan selalu dibuat spesial oleh Milea. Milea pun menceritakan kepada kita dengan sangat-sangat memberi kesan, bahwa Dilan adalah pria idaman setiap wanita di masanya.

Begitu pun aku membaca tumblrnya mbak Alizetia. Jika kamu membaca tumblr dia dengan membayangkannya, kamu akan mendapati bahwa betapa beruntungnya Mbak Alizetia ini memiliki suami yang super duper sabar dan mencintainya, bahkan sang suaminya bilang "Sejak awal kan kita sudah bersepakat. Bahwa yang bertugas untuk lebih mencintai itu kan abang. Kamu pihak yang dicintai aja."

Aku yang jadi pria saja iri membacanya.

Mbak Alizetia terus menceritakan bagaimana suaminya memperlakukannya. Tidak tanggung-tanggung kata-kata itu sering berulang kali kudapati dan membuat diriku sebagai pembaca merasa seberuntung itukah Mbak Alizetia? Benar-benar betapa menghargai si Mbaknya atas setiap perilaku suaminya. Tapi, aku yakin, sang suami memang benar-benar luar biasa.

Kedua hal itu membuatku berpikir, apakah aku bisa mendapatkan pasangan seperti itu? Atau setidaknya teman seperti itu? Sahabat sebaik itu? Atau sebenarnya mereka semua yang ada di dekatku sekarang, teman atau sahabat atau keluarga sungguh amat baik, tapi diriku saja yang tidak bisa menilai kebaikan mereka? Lantas selalu mengambil sudut pandang yang tidak baik, sisi yang terkadang mengecewakan kita, atau lainnya?

Kemarin juga diceritakan temanku, dia kecewa dengan temannya, hingga akhirnya ada sebuah cerita tentang temannya itu, lebih ke cerita buruk. Aku yang merupakan temannya juga--temen dari temenku--merasa kelu sendiri mendengar kisah temanku yang terlihat buruk. Karena dalam benakku temanku yang diceritakan itu sebenarnya baik, tapi sayang beberapa yang sakit hati olehnya menilai dirinya akan keburukannya.

Tentu saja, setiap orang ada sisi baik dan buruknya. Lalu yang membuat dia "terlihat" baik dan buruk itu mungkin adalah kita-kita ini, yang hanya "pandai" menilai di suatu sisi, padahal jika kita bertingkah seperti Milea atau Mbak Alizetia kuyakin pasti hampir semua orang baik bagi kita, hanya saja terkadang yang terlintas sangat kuat di kepala kita adalah keburukannya, dan kita sulit sekali menghargai atau menyanjung kebaikannya atas kita.

Sudut pandang, penilaian.